Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2017

Di Telapak Kaki Ibuku

Gambar
Gambar ilustrasi: Seorang anggota kopassus bersimpuh di kaki ibu Cerpen: Agust GT Aku tak bedanya dengan anak yang hilang. Anak bungsu yang dikisahkan oleh kitab suci yang meminta warisannya  lalu dijualnya dan uang digunakan  untuk berfoya-foya dengan pelacur di kota. Seperti itulah aku.Bedanya  jika anak yang hilang itu meminta kepada bapanya, aku kepada ibu yang telah lama hidup menjanda.Jika anak yang hilang itu pergi ke kota lain  sedang aku tetap di kota tempat tinggal ibuku. Aku anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak sulungku  ditahbiskan  menjadi imam. Dua kakak perempuanku memilih jalan  hidup membiara. Maka  yang tinggal di rumah  adalah aku. Sesungguhnya  aku  ingin pergi ke kota lain. Tetapi kakakku yang sulung  melarang. Katanya aku harus menjaga ibu karena ia sudah semakin sepuh. “ Eh ade, kau tinggal di rumah. Lihat ibu  sudah tua. Kau jangan pergi merantau.” Kakak sulung yang pastor memberi nasihat. “ Tapi  saya juga mau cari pengalaman

Buah Rahimku

Gambar
Cerpen: Agust GT Aku menikah dengan laki-laki Flores. Pernikahan yang memerlukan perjuangan berat. Kedua orangtuaku dan keluarga besar tak menghendaki pernikahanku dengan Lalungadha. Bukan karena Lalungadha tidak tampan atau pengangguran tetapi ada alasan lain yang lebih fundamental. Kami berbeda dari aspek kehidupan yang sangat prinsipil. Kami beda agama. Aku lahir dari keluarga  bukan katolik sedangkan Lalungadha  seorang katolik yang taat. Meskipun selama aku mengenalnya di sebuah kampus di Kota Denpasar ia jarang ke gereja. Ia salah satu dosen Fakultas Hukum. Aku mengaguminya  karena ia cerdas. Ia sedikit pendiam  namun sangat humoris. Ia pandai membuatku tertawa. Dan lebih dari itu ia mau menerimaku  apa adanya. Menerima masa laluku  dan mencintaiku tanpa menjadikan masa laluku yang kelam sebagai  pembanding. Pada hal aku  sudah berterus terang siapa aku sesungguhnya. Sejak  saat pertama ia mengungkapkan kata cinta aku sudah mengatakan padanya siapa aku sesun

Di Detik-Detik Terakhir

Gambar
Ilustrasi: Gadis Bajawa berbusana adat Ngada.  Cerpen:   Agust GT Kami mengawali pertemuan di sebuah universitas di Kota Jogyakarta. Pertemuan yang  bukan kebetulan. Kami  juga satu fakultas dan satu program studi. Kami mempunyai minat yang sama terhadap Arkeologi.Sejak hari pertama  saat mengikuti perpeloncoan kami sudah akrab. Teman-teman mahasiswa  menyapa dia dengan nama Putri. Ia  gadis cantik kelahiran Bantul. Ia putri seorang keturunan bangsawan. Maka nama lengkapnya Raden Ajeng Maria Putri Prabaningrum. Entah mengapa  orang-orang hanya menyapa namanya dengan sebutan Putri.  Kami  sungguh aktif di organisasi kampus. Ketika aku terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa Putri adalah sekretarisnya. Dan ketika  aku didaulat sebagai ketua sebuah organisasi kemahasiswaan katolik di Kota Jogyakarta Putri juga adalah sekretarisnya. Maka kebersamaan kami  hampir sepanjang hari. Kebersamaan  tanpa ucapan cinta. Tetapi yang kami rasakan adalah saling merindu. Merasa ke