Mgr. Hubertus Hermens,SVD


Tanggal 10 Juli 1950 tahta suci di Roma memisahkan Bali dan Lombok dari Vikaris Apostolik Sunda Kecil dan menjadi Prefektur Apostolik Denpasar.Tahta suci mengangkat Mgr. Hubertus Hermens SVD sebagai Prefektur Apostolik Denpasar. Mgr. Hubertus Hermens,SVD memilih tempat tinggal di Singaraja sejak tahun 1950 sampai beliau diganti oleh Uskup Denpasar Mgr. Dr.Paulus Sani Kleden tahun 1961. 

Tanggal 1 Juni 1951 Surat Kantor Misi/Bureau (K.M.B/CMB) Pusat tentang izin luar biasa ex pasal 177 meminta penjelasan apakah ketentuan larangan bagi karya misi di Bali tersebut masih berlaku dalam negara berdaulat Indonesia. Surat ini dikirim kepada Menteri Dalam Negeri Mr. Iskak Tjokrohadisuryo atas usaha Mgr. Hermens, Mgr. Soegyopranata,SJ dan Bapak I.J. Kasimo. Tanggal 25 Juli 1951 Mr. Iskak Tjokrohadisurjo mengirim surat kepada Gubernur Kepala Daerah Sunda Kecil di Singaraja yang mengatakan bahwa pasal 177 I.S.tidak dianggap masih berlaku.
Gubernur Sunda Kecil Mr. Susanto Tirtoprodjo tanggal 15 November 1951 kepada Mgr.Hermens menyebutkan pemerintah tidak berkeberatan mendatangkan pemuka-pemuka agama apa saja ke Bali. Jika rakyat di Bali telah insyaf akan adanya kebebasan beragama maka seyogyanyalah peraturan-peraturan (awig-awig) itu disesuaikan dengan keadaan baru terutama dengan maksud Pancasila yang menjadi dasar pokok Negara kita sekarang.
Dengan dicabutnya larangan misi di pulau Bali dan Lombok, Mgr. Hubertus Hermens,SVD optimis serta dengan semangat berkobar-kobar bekerja keras mendirikan sekolah-sekolah katolik dan klinik-klinik. Beliau percaya bahwa Gereja dapat berkembang di Bali dan Lombok lewat pendidikan dan karya kesehatan. Penduduk asli di kedua pulau ini akhirnya menghargai lembaga-lembaga katolik bukan hanya sebagai pusat-pusat langsung evangelisasi tetapi percaya bahwa Gereja Katolik melayani dan melakukan karya-karya cinta kasih kepada sesama, di mana dan kapan saja. 21)
Mgr. Hubertus Hermens,SVD mulai dengan semangat dan penuh keberanian. Di mana-mana beliau mencari kemungkinan untuk mendirikan sekolah-sekolah dan klinik. Ini membuktikan bahwa lapangan kesehatan penuh kemungkinan bagi Gereja Katolik di Bali dan Lombok, karena itu diteruskan oleh Mgr. Hermens dan dalam beberapa tahun hampir di semua stasi ada klinik ataupun BKIA. 22)
Mgr. Hubertus Hermens,SVD menggembalakan umat Bali dan Lombok dari tanggal 10 Juli 1950 sampai dengan tanggal 2 Januari 1961. Setelah itu ia kembali ke Flores dan mengabdi sebagai pastor paroki serta beberapa tugas lainnya. Tanggal 13 Pebruari 1987 Pater Hubertus Hermens meninggal dunia di RS Lela.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Romo Agustinus Lie,CDD *)

Menjadi Gembala “Berbau” Domba

Paroki Maria Bunda segala Bangsa Nusa Dua