Natalan Senja Usia
Penghormatan terhadap orang tua, merupakan tradisi dalam Gereja Katholik yang setiap tahunnya dirayakan, tepatnya pada hari minggu antara natal dan tahun baru dalam oktaf natal. Inspirasi ini datang dari kekuatan cinta yang terpancar dalam Keluarga Kudus di Nazareth. Peristiwa tersebut oleh Paus Leo ke 13 tahun 1893 diresmikan sebagai Pesta Keluarga Kudus di Nazareth yang wajib dirayakan oleh umat Katholik di seluruh dunia.
Keluarga kudus di Nasareth menjadi teladan bagi kita semua
karena kekuatan cinta yang terjalin antara anak dan orang tua, sehingga
mendorong umat untuk menyerahkan keluarga mereka pada perlindungan Keluarga
Kudus di Nazareth. Bagi Rm Subhaga, SVD peristiwa iman ini mengajak umat
belajar lebih dalam akan pribahasa, “dimana bumi di pijak di situ langit di
junjung.” Filosofi hidup Orang Bali adalah hormat bhakti kepada leluhur yang
dididentikkan dengan Sanggah Kemula.
Satu suku kata Sanggah
Kemula adalah mula/ awal yang
bermakna, “dari mana mereka berasal dari situ juga kelak pulang kembali.”
Melalui serangkaian proses ritual, jiwa mereka akan disucikan dan ditempatkan dalam
Rong Telu Sanggah keluarga melalui
beberapa simbol. Simbol Bethara yang
disembah oleh anak cucu. Mereka inilah yang menjadi perantara keluarga dengan
Hyang Widi atau Tuhan Yang Maha Esa. Mereka akan dimitai restu oleh anak dan
cucunya ketika keluarga dalam masalah atau mempunyai intensi tertentu. Konsep
ini telah meyakini orang Bali sepanjang hidup mereka. Ketakpedulian orang Bali
akan sembah bhakti pada yang Ilahi akan mendatangkan temah pitra atau kutukan.
Sedangkan sebagai orang Katholik, ketika kita kembali ke
rumah Bapa, memperoleh belas kasihan dari Bapa dan menjadi manusia Ilahi. Belajar
dari ini umat diberikan pengertian bahwa penghormatan terhadap orang tua
menjadi hal yang paling hakiki semasa hidup di dunia. Itulah yang melatar
belakangi kenapa perayaan sukacita natal bagi para glamur itu diselenggarakan.
Berbagi duka suka
Sukacita. Hanya kata itu yang ada pada Perayaan Natal
Golongan Lanjut Umur (Glamur) Denpasar - Bali. Perayaan Natal didahului Misa
Kudus dengan konselebran utama Mgr. Silvester San, Pr didampingi P. Servatius
Subhaga, SVD selaku Pastor Paroki St. Yosep Denpasar dan P. Yohanes Nyoman
Madia Adnyana, SVD di Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung, Jumat 30 Desember
2016, bertema, “Memancarkan Wajah Keluarga Kudus di Nazareth Melalui Sikap dan Prilaku
Menghormati serta Mengasihi Orang Tua Dalam Keluarga.”
Mengambil bacaan Pertama Sir 3:2-6, 12 – 14. “Orang takwa
menghormati ibu-bapanya,” Mgr. Silvester San, Pr dalam Kotbahnya mengemukakan,
“Di tengah semaraknya kemajuan teknologi modern, satu hal yang terlupakan
adalah etika dalam pergaulan. Pengaruh media sosial (medsos) yang begitu gencar
telah membawa prilaku anak-anak kurang menghormati orang tua mereka, karena
kemajuan teknologi kerap kali tidak dibarengi dengan etika teknologi yang mampu
menyaring pengaruh negatif dari sejumlah tayangan dalam medsos.”
Terilhami oleh ayat, “Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan
dosa, (Sir 3:4) dan “Siapa memuliakan ibunya serupa dengan orang yang
mengumpulkan harta.” (Sir 3:5). Uskup San, menengahkan persoalan jaman yang
sering membawa perpecahan dapat disikapi dengan bimbingan rohani bagi satuan
terkecil masyarakat yaitu keluarga. Kuatnya gereja sampai saat ini karena
ditopang oleh keluarga sebagai Ecclesia Domestica yang menjadi fondasi
pendidikan budi pekerti.
Lebih lanjut Monsigneur Silvester San, Pr menyampaikan bahwa
moral Katholik dalam keluarga telah
menjadi hal yang langka untuk menangkal pengaruh negatif medsos. Banyak pelajar
yang berpikir dan berprilaku instan karena kemudahan-kemudahan yang diberikan
layanan medsos, sehingga menyontek tidak lagi dianggap sebagai dosa tetapi
jalan pintas yang menguntungkan. Menegaskan pesan bagi keluarga-keluarga
Katholik, Uskup Keuskupan Bali – NTB ini mengingatkan agar orang tua memberikan
perhatian lebih besar pada anak-anak sebagai rahmat Tuhan yang harus
dipelihara.
Hal ini jelas seperti yang ditulis dalam Kol. 3:21, “Hai
bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.” Ada
banyak anak yang tidak lagi menghormati orang tuanya lantaran para bapa dan ibu
kurang berusaha menjaga kerukunan dalam keluarga. Kemajuan teknologi komunikasi
banyak disalah artikan oleh mereka yang hidup berkeluarga. Misalnya saja SMS
yang digunakan untuk memberikan informasi malah menjadi ajang perselingkuhan,
tak heran jika SMS diplesetkan menjadi “Selangkah Menuju Selingkuh.”
Menundukkan ego
Lantas tindakan apa yang harus diambil dalam menyelamatkan
keluarga? Yusuf telah memberikan contoh kongkret. Dalam Bacaan Injil, Mat 2:14,
“Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya anak itu serta ibuNya, malam itu juga,
lalu menyingkir ke Mesir (2:14). Ada tindakan-tindakan yang seharusnya
dilakukan secara tegas dan jelas untuk menyelamatkan anak-anak. Perceraian
ataupun Pembatalan Perkawinan setelah Putusan Sidang Tribunal terjadi dalam
keluarga karena ayah dan ibu tidak mampu menundukkan ego masing-masing. Jika
benar-benar didasarkan pada cinta maka mereka akan mengalahkan diri demi tujuan
yang lebih mulia yaitu damai sejahtera dan kesuksesan anak cucu.
Lingkungan sosial hendaknya memahami bahwa tindakan keras
yang dilakukan oleh orang tua-tua dulu, seperti mencubit atau memukul merupakan
bagian dari pendidikan. Akan tetapi hal ini menjadi persoalan HAM jika
dilakukan oleh orang tua atau guru saat ini. Bercermin pada kenyataan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pola pendidikan yang diterapkan di masyarakat kita, masih
memerlukan waktu panjang untuk beradaptasi dengan aturan-aturan yang baru.
Semangat awal
Menurut Ketua Glamur Bali, Ibu Rosali Sinatra, pembentukan Glamur
Bali menjadi wadah sembah bakti anak bagi orang tua mereka. “Orang tua tidak
hanya diajak bersukacita, tetapi mereka dikuatkan satu sama lain dengan saling
berbagi duka suka melalui kehadiran teman-teman mereka dalam satu paguyuban.
Pembentukan Glamur Bali telah berlangsung selama 17 tahun, yaitu sejak 24
Agustus 1999, dengan kegiatan sosial Glamur yang berlangsung setiap bulan di
Gedung Komsos Paroki St. Yosep Denpasar – Sanglah.”
Menguatkan pesan Keluarga Kudus di Nazareth, sebagai tuan
rumah mewakil DPP St. Yosep Denpasar, Ketua BAK Jhony Weking menyampaikan bahwa
keluarga merupakan ragi dan terang dunia. Sebab Kristus bertumbuh dan menjadi
kuat serta penuh hikmat tak luput dari didikan dalam keluargaya (ecclesia domestica). “Keluarga yang sejahtera
membuat gereja menjadi kuat. Dengan mengasihi orang tua kita akan memetik
kebaikan dari orang lain,” ungkap penyanyi bersuara bariton itu.
Jhony menyampaikan bahwa kelompok kategorial Glamur Bali menetapkan
tema Keluarga Katolik Sukacita Injil, dalam sikap dan prilaku yang berperan
penting dalam pembinaan iman Katholik Bali, melalui acara seminar keluarga yang
diprakarsai oleh Sie. Keluarga DPP St. Yosep Denpasar di Gereja Yesus Gembala
Baik (YGB), dengan menghadirkan pembicara RD. Plavianus Endi.
Penuh semangat
Usai misa kudus, dilanjutkan acara ramah tamah di Basement
Gereja YGB. Dalam acara hiburan yang memukau setiap undangan dengan hadirnya paduan
suara “Kantamus Deo,” tampil pula para lansia yang mengundang gelak tawa dan
keharuan. Menurut Ibu Frans Sidharta selaku sutradara pentas “Yesus Lahir Di
Bali Saat Ini,” yang diperankan oleh para manula, diketahui proses latihannya sangat
singkat. Hanya beberapa jam sebelum acara ramah tamah dimulai.
Dari sisi pemaknaan, drama yang dipentaskan oleh opa oma
dengan penuh semangat itu bercerita, bahwa saat ini, ada banyak orang yang
menolak kelahiran Kristus dalam hati mereka. “Budaya hedonisme dan konsumerisme
membuat manusia menjadi egois, itulah titik awal masalah dalam keluarga-keluarga
Katholik jaman ini,” ujar bude Marina sapaan akrab Ibu Frans Sidharta. Dengan
pementasan tersebut, bukan hanya penonton yang merasa terhibur, tetapi
kejenakaan yang ditampilkan oleh para sepuh dengan balutan gaun etnis Bali,
Jawa, Tionghua, Flores telah berhasil memberikan pesan moral yang jelas,
“Bersama Kristus, kita bersatu teguh dan tak akan pernah bercerai, apalagi
kawin lagi!” ***frans wisnu murti
Komentar
Posting Komentar