DPC WKRI Paroki St. Yoseph Denpasar “Ngayah”
Setelah Dewan Pastoral Paroki St. Yoseph
Denpasar disahkan oleh Mgr. Silvester San, Pr selaku Uskup Keuskupan Denpasar
(Bali-NTB) pada Minggu, 22 Mei 2016, di Gereja Yesus Gembala Yang Baik Ubung.
Satu bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Juni 2016, dilantiklah pengurus
DPC WKRI St. Yoseph Denpasar yang baru, yaitu sebagai Ketua Paulina Suharsi dan
Wakilnya, Erma Passar. Waktu pelantikan yang berdekatan ini, menandakan bahwa
sinergi DPC WKRI St. Yoseph Denpasar dan DPP Paroki St. Yoseph Denpasar masih
hangat dan sangat diharapkan aksi nyatanya oleh umat dalam membangun paroki
tertua di Bali tersebut.
Menurut Paulin, sapaan Paulina Suharsi, ada 5
bidang yang akan digiatkan kembali dalam membangun paroki, diantaranya bidang
organisasi, kesejahteraan, pendidikan, humas dan dana. Tetapi, ada beberapa pekerjaan yang masih
tertunda dan perlu dilakukan dalam satu dua bulan ke depan disamping
pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ketua DPC WKRI St
Yosep, Fransiska I.G.A.A Mayuni Kusumadewi dan wakilnya, Masita Madrani yang
terpilih pada periode Juli 2013 hingga 29 Juni 2016.
Pelantikan DPC WKRI-Denpasar Bali,
dilaksanakan di Susteran CB, Jalan Suli No. 72 Denpasar. Turut menyaksikan dan
memandu pengambilan janji di depan altar, Ketua dan Presidium DPD WKRI
Bali-NTB, Erna Sulistyowati dan Elizabeth Natalia Prawitasari, didampingi Rm
Yohanes Nyoman Madia Adnyana, SVD selaku Penasihat Rohani DPC WKRI Paroki St.
Yoseph Denpasar. Dalam kotbahnya Rm Nyoman Madia, SVD menekankan pentingnya
konsistensi karya dan doa usai pelantikan, agar semangat yang dibangun dalam
karya WKRI tidak pudar dan menjadi semangat pewartaan Keselamatan Kristus ke
tengah dunia secara inklusif dan transformatif.
Sebelum Konfercab, tepatnya tanggal 19 Juni
2016, DPC WKRI St. Yoseph Denpasar telah turba ke lingkungan-lingkungan Paroki
St. Yoseph Denpasar. Pembahasan yang mereka sampaikan adalah soal program yang
masih tertunda.
Pembahasan
agenda
Dari sisi organisasi mencatat bahwa 3 tahun
terakhir ini Ranting Bernadeth sebagai satu ranting yang baru di DPC WKRI St.
Yoseph, belum mendapatkan dampingan secara intensif. Sementara garis koordinasi
dalam tubuh WKRI saat ini telah berganti. Kalau dulu garis komando WKRI
mengikuti pemerintah, namun sekarang mengikuti Hierarki Gereja. Tentu,
dampingan ini bisa lebih dimaksimalkan lagi. DPC WKRI juga berencana akan
mensosialisasikan secara berkala Visi
dan Misi berdasarkan ADART dengan asas Ajaran Sosial Gereja (ASG).
Agar umat semakin diperkaya dengan informasi
maka dalam penjelasannya nanti, DPC WKRI akan menggandeng beberapa seksi DPP
Paroki St. Yoseph Denpasar berdasar hasil Paruman Agung, 25 Juni 2016. Pada
bidang-bidang apa saja mereka bisa bersinergi dan pada bagian mana pula WKRI
bisa menjadi CEO nya. Jika memungkinkan maka agenda ini akan diselaraskan
dengan updating data base melalui
ketua-ketua lingkungan yang hadir.
Sementara di bidang kesejahteraan, Paulin akan
memberdayakan ketrampilan perempuan dari potensi yang selama ini belum dilirik
orang. Salah satunya membuat kue “kompiang” khas Manggarai oleh ibu-ibu Ranting
WKRI. Pemberdayaan ini akan membantu pendapatan keluarga dan berpengaruh pada
kesehatan keluarga terutama peningkatan gizi dan pendidikan anak.
Agenda lain yang masih tertunda adalah membuat
jejaring pelatihan Pembantu Rumah Tangga (PRT). Cita-cita yang mulia ini, sudah
lama tidak direalisasikan bahkan semenjak Suzie Dharmawan menjabat sebagai
ketua DPD WKRI Bali – NTB. Berbagai alasan atas tertundanya agenda ini juga
dikemukan oleh pihak terkait, termasuk Uskup Silvester San, Pr karena
kekhawatiran bahwa agenda ini dilakukan secara amatiran.
Memang tidak mudah untuk menjalankannya jika
kita mulai berpikir dengan sekala besar. Namun perlu kita tenggang bersama
kata-kata Yosep Yulius Diaz selaku Ketua KKP-PMP Keuskp. Denpasar dan Ketua
Flobamora Bali, bahwa human trafficking
atau penjualan manusia marak terjadi, terutama pada PRT asal NTT, karena
kurangnya pengetahuan dan ketrampilan mereka. Jika menunda agenda ini dengan
alasan klasik seperti ketidaksiapan lembaga atas infrastruktur yang ada,
kurangnya dana, repot atau mentalitas PRT yang sulit dibina maka korban
penjualan manusia akan bertambah banyak. Untuk itu mulailah dengan hal yang
kecil. Santa Teresa dari Calcuta yang sempat di eks komunikasi gereja berpesan,
“Kerjakanlah hal-hal yang kecil dengan cinta yang besar, maka itu akan membuat
perubahan.”
Salah satu hal menarik yang pernah dikemukakan
oleh Uskup San, Pr bersama Rm Babbey, Pr sebagai penasihat rohani DPD WKRI Bali
– NTB dan Direktur Puspas Keuskp. Denpasar dalam Pertemuan KKP PMP se Regio
Nusra, dengan tema, “Menjadi Gereja Nusa Tenggara Yang Lebih Berani Beradvokasi
Dalam Bidang Trafficking,” di Gedung Pertemuan Keuskupan Denpasar, Jalan Tukad
Balian, 10 – 13 Maret 2015, adalah bagaimana pentingnya kerja lintas komisi
atau seksi, mulai dari tingkat bawah sampai di Keuskupan. Kalau kita renungkan
konsep kerjasama lintas institusi ini sama dengan apa yang diucapkan oleh St.
Paulus dengan kerjasama antar jemaat dalam satu tubuh yang memiliki fungsi
berbeda.
Konsep ini satu jiwa juga dengan konsep
pembangunan “Gereja dan gereja” yang didasari kearifan lokal oleh P. Servatius
Subhaga, SVD sebagai Pastor Paroki St. Yoseph Denpasar. Secara struktur sosial
budaya dan rohani Pembangunan “Gereja dan gereja” dipengaruhi konsep Desa Kala Patra, sementara konsep
arsitetur Bali untuk Gereja adalah Asta
Kosala Kosali Dan Asta Bumi. Ciri
bangunannya terpola dalam Tri Angga
yang dibagi berdasarkan anggota tubuh manusia yaitu kaki, badan dan kepala.
Semua pola ini dijalankan secara “Paras Paros Sarpanaya, Sagilik Saguluk
Salunglung Sabayantaka.”
Pada hubungan kerjasama ini, Paulin melihatnya
sebagai peluang besar dengan cinta yang besar. Maka urusan pelatihan Pembantu
Rumah Tangga, tidak harus mengarah pada institusi besar, tetapi dimulai dari
lingkungan seperti sharing masak
memasak antar ibu-ibu lingkungan dengan menggandeng pembantu PRT dan remaja
putri. Dalam sharing itu diajarkan,
bagaimana membuat makanan yang kaya nutrisi tetapi berbahan murah, diantara
waktu itu mereka bisa diajarkan bagaimana merawat bayi, membuat pembukuan RT
(daftar belanjaan) sederhana dan cara menernima telpon dengan baik dan benar.
Tentu kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan pelatihan dasar-dasar merangkai
bunga untuk perayaan di gereja atau perayaan lainnya oleh Rara Ayu dan
Herawati, anggota Ranting Bernadeth - DPC St. Yoseph Denpasar.
Realisasi
janji
Janji yang telah diucapkan di depan altar saat
pelantikan, tak jauh dari keinginan Erna Sulistyowati sebagai ketua DPD WKRI
Bali-NTB. “Arah Dasar DPC WKRI St. Yoseph saat ini, kembali ke peranan
perempuan sebagai ibu dan pendidik. Peranan ini memunculkan kesadaran baru untuk
mengajak anak-anak di masing-masing lingkungan untuk masuk Sekolah Minggu.
Dengan demikian akan mudah mengkoordinasikan anggota keluarganya yang lain
karena anaknya tergabung dalam sekolah minggu. Menurut Erna, berdasar data
Statistik Paroki St. Yoseph Denpasar, ada 283 anak Sekami dan 178 diantaranya
tergabung dalam Sekolah Minggu Paroki St. Yoseph Denpasar, lalu dimana sekitar
600 sampai 800 lainnya.
Konfercab kali ini, telah membuat ibu-ibu di
lingkungan Paroki St. Yoseph Denpasar, bisa mengenal WKRI lebih dalam.
Pengenalan ini dirasa masih kurang karena Paroki St. Yoseph Denpasar sebagai
Paroki yang pertama di Bali, baru memiliki 1 ranting di wilayahnya yaitu
Ranting St. Bernadeth, DPC Paroki St. Yoseph Denpasar. Helena Marlina Jehinut
dari lingkungan Renya Rosary, yang ikut dalam Konfercab mengutarakan, “
Sebelumnya saya belum tahu WKRI itu apa. Namun saat saya mengikuti konfercab,
saya baru tahu bahwa WKRI itu dapat menjadi wadah para ibu mengembangkan diri,
di bidang rohani, sosial dan ekonomi. Jadi WKRI itu bukan hanya mengajak kita
terlibat di bidang politik, tetapi mengenal organisasi gereja lebih maju.”
Terciptanya relasi diantara anggota baru DPC
WKRI St. Yoseph telah memunculkan wajah-wajah baru yang berusia di atas 18
tahun. Mereka adalah OMK yang mulai tampil meski jumlahnya segelintir. Menurut
Erna, beberapa anggota WKRI dari OMK ini telah menunjukkan kerja yag positif,
seperti di daerah Depasar, Gianyar, Nusa Dua, Kuta dan Tabanan. Dengan memakai
konsep garam, hadirnya anggota DPC WKRI perwakilan dari OMK ini akan
menyegarkan kembali semangat “ngayah” mulai dari mengatur bunga, konsumsi
hingga pelayanan sosial kemasyarakatan.
Belajar
dari pengalaman
“Sebenarnya ketua kali ini tinggal
mengembangkan dari apa yang telah dirintis oleh ketua-ketua sebelumya,”
demikian penyampaian Caecilia Tamara yang akrab disapa Sisil. Sisil ia akan
tetap mendampingi orang muda pelanjut WKRI sebab kerja baginya adalah ibadah
untuk Tuhan. Setelah sekian lama melakukan dampingan akhirnya membuahkan hasil.
Tak bisa dipungkiri bahwa Paulina Suharsi adalah anak didik dari Sisil. Pada
prinsipnya, dengan mendampingi ia juga belajar mewujudkan ide dan gagasan baru.
Menurut perangkai bunga senior ini, DPC St.
Yoseph Denpasar yang telah berusia 44 tahun dan menjadi cikal bakal DPD WKRI
(Bali-NTB) mengalami kemajuan pesat. Pengembangan dalam tubuh WKRI dilakukan
mulai dari ranting, ketika Konfercab III periode 2013 – 2016 dengan Penasihat
Rohani pada waktu itu Rm Paskalis Nyoman Widhastra, memutuskan untuk
mengembalikan DPC Paroki St. Yoseph ke rumah asalnya, sebab sebelumnya masih
menjadi satu dengan DPC WKRI Kathedral. Pengembalian ini memungkinkan munculnya
ranting yang baru yaitu Ranting Renya Rosary atau mungkin Ranting St. Marry
setelah Ranting St. Bernadeth.
Ketua sebelumnya, Fransiska I.G.A.A Mayuni
Kusumadewi yang akrab disapa ‘Gek’
mengakui bahwa pada masanya WKRI mengalami proses jatuh bangun karena
tidak mudah diterima oleh umat sebab WKRI identik dengan Partai Politik. ‘Gek’
dilantik menjadi Ketua DPC WKRI St. Yoseph Denpasar, pada bulan Juli 2013 dan
berakhir pada 29 Juni 2016. Saat “Gek” dilantik di Paroki St. Yoseph Denpasar
sebenarnya sudah ada rukun ibu, dan dia sendiri menjadi ketuanya yang dilantik
pada Maret 2013. Nama ‘Gek’ dimasukkan dalam bursa pencalonan ketua DPC oleh
Masita Madrani dan Sisil Tamara seniornya, ketika berlangsung konfercab ketiga.
Dualisme ini dianggap oleh sebagian orang
tumpang tindih. Akan tetapi bersama timnya, ‘Gek’ melihatnya sebagai potensi
untuk bersinergi membangun gereja. Misalnya saja bagaimana mencari dana melalui
bazar yang berada di wilayah rukun ibu paroki. Di waktu mendatang DPP Paroki
St. Yoseph Denpasar berencana membuat toko rohani paroki. Jelas ini menjadi
kesempatan baru bagi DPC WKRI untuk bekerjasama dengan Rukun Ibu Paroki St.
Yoseph Denpasar. Siip laah. ***frans wisnu murti
Komentar
Posting Komentar